Cerpen M. Arif Al Husein

- 12 September 2022, 11:20 WIB
Tafsir Mimpi Melihat Bulan Purnama Menurut Primbon Jawa: TANDA BERKABUNG, Simak Penjelasannya!
Tafsir Mimpi Melihat Bulan Purnama Menurut Primbon Jawa: TANDA BERKABUNG, Simak Penjelasannya! /Pixabay

Abah Zul kerap mengasuh putri semata wayangnya dengan dendang zapin, terkadang sembari bertutur mesra kepada istri tercinta, Mak Midah; bertutur kisah tentang lubuk-lubuk ikan kasau dekat tepian sungai, tentang udang galah memadati bubu yang terpasang selagi suak di sekitaran tempat tinggal dirasa cukup lengkap, semasa air jernih bak tepian mandi.

Di sepanjang sungai jantan, menjala ikan kasau dan udang galah memang dirasa gampang. Rela berpenat-penat hari terik menjaring dan melempar kail, di pangkal malam istirahat pun di tepi sungai itu nyaman nyaman. Apatah lagi karena hasil tangkapan sehari dapat dimakan untuk waktu sepekan.

“Melayu tak pemalaslah, Dik...” Abah Zul melirik wajah istrinya. “Tinggal labuhkan jaring serentang dua bersama belat . Saat bulan setengah kelam, penuh sesak lah tu ikan kasau di petak perahu jongkong. Udang galahpun beruntai-untai capit. Setengah malam bekerja untuk seminggu cukup makan kita bertiga”. Mak Midah hanya menghadiahi lesung pipit pada suaminya itu. kadang-kadang bercuri muka, bila Cik Puan Nora telah lelap dibuai dingin malam tepian sungai, sebab Mak Midah tau betul jika anaknya itu suka datang-pura. Mata terpejam, telinga tetap terbuka.

bangunan Cik Puan Nora bangunan dari lamunannya, “akhh,” ia jadi tersipu sendiri sekarang. Sebab semua kisah di negeri Siak di masa lalu pernah didengarnya; tentang embung di pagi hari menyumsum sedingin es dan bukan pedih berkabut secepatnya seperti sekarang. Tepian mandi jernih dan menyegarkan tubuh, tidak keruh apatah lagi bergetah tuba limbah kematian seperti sekarang ini.

***

Khayalnya kini menjadi terngiang-ngiang, ruang matanya juga menggambar-gambar kisah masa dulu, belasan tahun yang lalu. Juga cerita kenangan Abah Zul, ayahnya yang telah tiada, yang dahulu menjadi korban seperti ayam disambar elang. Begitu cepatnya ajal merenggut orang yang dikasihinya itu.

Rusak jalan berdada tahi minyak menjalur sepanjang Kampung Minas, Perawang hingga ke Tanjung Buton pada era delapan puluh-sembilan puluhanan, licinnya bukan kepalang. Ketika itu, truk tumpangan Abahnya berlanggar dengan truk gandeng teronton penuh muatan kayu-kayu balak milik pabrik kertas er-a-pe-pe , tepat pada penurunan tikung-gelombang Koto Gasib paling berbahaya. Korban tercampak menembus kaca depan truk, terjerembab di samping pipa minyak milik pe-te. 'Draaaakkkh'.

Cik Puan Nora, saat itu baru duduk di kelas empat Sekolah Dasar Siak Sri Indrapura. Sore-sore sedang bermain statak , berebut bintang dan rumah dengan halaman samping surau, sebelum Maghrib. 

“Nor...Nor,” terengah dan sepotong kata yang diucapkan Mak Midah, sebelum akhirnya jatuh telungkup di samping bintang-bintang statak milik Cik Puan Nora, putrinya. Saat itu, kaki Cik Puan Nora masih jinjit berjingkat, pun jadi cuci. “Mak,” biji jagok statak yang diambil dari batu bundar pipih di punggung tangan Cik Puan Nora jadi terjatuh, “Mak,” anak itu merangkul bersama dengan dentum beduk Maghrib bertabuh, 'duk, duk-duk-duk'.

Rasi bintang-bintang mulai bermunculan kilaunya, begitu pula kilau pelupuk mata Cik Puan Nora. Kaum kerabat mulai berbondong-bondong memapah tubuh Mak Midah dan berbimbingan tangan dengan Cik Puan Nora untuk dibawa pulang ke rumah lipat kajang-nya.

Halaman:

Editor: Saiful Bahri


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Puisi Akrostik Nama Cinta

5 Mei 2024, 20:30 WIB

Puisi Akrostik Nama Mimpi

5 Mei 2024, 20:00 WIB

Terpopuler

Kabar Daerah