Kami Prabowo-Gibran, koalisi Indonesia-Maju, siap melanjutkan pondasi yang sudah dibangun oleh pendahulu-pendahulu kita. Kita yakin Indonesia akan melompat menjadi negara hebat, negara maju, negara makmur, negara adil.
Baca Juga: Pengertian dan Tugas Pokok Anggota KPPS Pemilu 2024
Hanya dengan demikian, tetapi syaratnya kita harus rukun, kita harus bersatu, kita tidak boleh menghasut, memecah belah. Kita tidak boleh untuk kepentingan sesaat, untuk kepentingan jangka pendek, untuk kepentingan diri kita, kelompok kita, kita tidak boleh mengorbankan persatuan, kesatuan, kerukunan, bangsa Indonesia.
Hanya dengan kerukunan, hanya dengan kearifan, hanya dengan kebersihan jiwa, tidak dengan permainan kata-kata retorika, tetapi sungguh, sungguh-sungguh cinta tanah air, Indonesia akan maju. Negara hebat.
3. Ganjar Pranowo
Terima kasih. Ini panggilan sejarah buat Ganjar-Mahfud. Ganjar seorang anak polisi berpangkat tidak tinggi, bertugas di kecamatan. Pak Mahfud bapaknya pegawai kecamatan. Kalau kita berada pada momentum yang sama, kami dan Pak Mahfud ini adalah orang kecil, yang kalau bapaknya rapat, kira-kira anggota Forkompimcam. Kami hanya di level kecamatan. Kami telah terbiasa mencoba mendengarkan keluh kesah rakyat.
Panggilan sejarah inilah yang kemudian coba kita klasifikasi dari seluruh persoalan yang muncul. Bagaimana kita memberikan afirmasi kepada kelompok rentan. Ada kelompok perempuan, penyandang disabilitas, anak-anak, termasuk manula. Mereka butuh perhatian yang lebih. Maka inilah cara kita membangun melibatkan mereka tanpa meninggalkan mereka. No one left behind.
Yang kedua, bagaimana pemerintah betul-betul bisa melayani dengan memberikan teladan dan dari pemimpin tertinggi, yang anti-korupsi, yang menunjukkan integritas, yang menunjukkan layanan pemerintahan yang mudah, murah, cepat, sat set.
Baca Juga: Gen Z Wajib Tahu! Sejarah Pemilu di Indonesia dari Pertama Kali Dilaksanakan hingga Sekarang
Kalau itu bisa kita lakukan, maka betapa bahagianya rakyat ini. Pemerintah ini ada, yang ketika dikritik tidak baperan, yang ketika media menulis, mereka merasa ini vitamin buat dirinya, bukan sedang merongrong, apalagi kemudian merasa terancam.
Maka, kalaulah kemudian demokratisasi ini bisa kita laksanakan dengan baik, sesuai dengan amanah reformasi, enggak ada lagi cerita Bu Shinta, enggak ada cerita Mas Butet, enggak ada cerita Melky.