Pandangan Filsafat Hukum Islam Dalam Poligami

- 20 Januari 2024, 13:03 WIB
Pandangan Filsafat Hukum Islam Dalam Poligami menurut Hairatul Hasanah
Pandangan Filsafat Hukum Islam Dalam Poligami menurut Hairatul Hasanah /Sumenep News

SUMENEP NEWS - Poligami berasal dari bahasa yunani yaitu “poly” artinya banyak dan “gamein” artinya kawin. Menurut makna kebahasaannya poligami tidak memberikan arti dan tidak bisa dibedakan apakah seorang laki laki yang menikah denga banyak perempuan, atau bahkan perempuan yang menikah dengan banyak laki laki. Dalam tinjauan sosio-antropologi poligami memiliki dua arti yaitu:

a) Polyandry: wanita yang menikah dengan beberapa laki laki. Namun, di Negara Indonesia maupun dinegara Negara islam lainnya sangat melarang pernikahan ini, selain hal yang tabu, pernikahan semacam ini sangat menentang dengan Q.s An Nisa’ (4) ayat 24. Dan terlarangnya perkawinan diperkuat oleh keterangan Syeikh Zainuddin Al- Malibari dalam kitab Fathul Mu’in. yaitu, syarat perempuan yang akan dinikahi adalah terbebas dari ‘iddah ataupun pernikahan lainnya.

b) Polyginy: Laki laki yang menikah dengan beberapa wanita.

Poligami menurut pengertian yang berlaku secara umun dan berlaku dikalangan masyarakat lebih menjurus kepada Polyginy. Karena, mengutip dari pernyataan Soemiyati yaitu poligami merupkan perkawinan antara seorang laki laki dengan banyak wanita dalam waktu yang bersamaan. Namn perlu digaris bawahi waktu yang bersamaan bukan dalam waktu akad melainkan dalam waktu berkeluarga.

Poligami sudah terjadi dari zaman dahulu, bahkan pada zaman kenabian. Salah satunya pada zaman Nabi Ibrahim yang menikahi 2 orang wanita, yaitu Siti Hajar dan Siti Sarah.

Poligami juga dikenal dalam ajaran agama islam, sebagaiman yang telah tercantum dalam al Quran “Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak hak) perempuan yatim (bila mana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi : dua, tiga, atau empat. Tetapi jika amu hawatir tidak mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demekian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim” Ayat tersebut turun setelah perang uhud selesai, sehingga banyak para anak yatim dan janda yang ditinggalkan ayah dan suaminya sehingga mengakibatkan terabaikannya kehidupan mereka, sehingga kondisi inilah yang melatar belakangi disyariatkannya poligami dalam islam. Pada ayat tersebut telah jelas bahwa hukum poligami dalam islam itu diperbolehkan dengan syarat pihak laki laki harus mampu berbuat adil pada istrinya serta dalam ayat tersebut juga membatasi hanya 4 istri saja. Padahal kalau mengingat kisah kisah dari zaman dahulu sebelum masuknya islam banyak yang melakukan poligami tanpa batasan tertentu, namun dengan adanya ajaran islam dan diwahyukannya al quran  sehingga membatasi poligami hanya dengan pembatasan pembatasan tertentu. Namun, jika seorang laki laki tidak bisa berlaku adil pada isteri isterinya hendaklah ia menikahi satu orang wanita saja. Bentuk adil dari pihak laki laki bisa dibuktikan dengan perlakuan saja, karena adil dalam bentuk batin tidak akan pernah bisa dilakukan oleh manusia, misalnya dalam masalah hati, karena masalah hati hanya Allah yang mengetahuinya. Dalam melakukan poligami tidak boleh berlandaskan hawa nafsu saja melainkan harus terkandung nilai nilai sosial lainnya, seperti menolong janda atau orang orang yang perlu di santuni jiwa dan raganya. Yang perlu digaris bawahi poligami bukan merupakan sebuah anjuran apalagi sebuah kewajiban. Sudah jelas bahwa diperbolehkannya poligami atas dasar kemaslahatan manusia, jika poligami dilakukan, namun tidak ada kemaslahatan maka hendaklah hindari poligami tersebut.

            Menanggapi poligami ada beberapa pendapat yang dapat kita jadikan landasan, diantaranya:

  1. Muhammad Shahrur poligami dalam islam itu boleh jika istri kedua, ketiga atau keempatnya terdiri dari janda janda yang memiliki anak yatim.
  2. Muhammad Rashid ridha jalan poligami itu sangat disempitkan meski diperbolehkan dalam islam, berpoligami hanya boleh jika dilakukan dalam keadaan darurat dan bagi orang orang yang bisa berlaku adil saja.
  3. Amina Wadud  alasan yang dikemukakan oleh seorang feminis muslim ini tentang diperbolehkannya berpoligami adalah jika dalam masalah finansial, istri pertamanya mandul yang tidak bisa memberikan keturunan, dan untuk memenuhi kebutuhan batin yang tinggi seorang pria (hypersexs)

Secara umum tindakan poligami disebabkan oleh beberapa factor diantaranya:

  1. Factor biologis, seperti halnya istri yang tidak bisa menjalankan kewajibannya karena sakit atau yang lainnya.
  2. Factor internal,  seperti kemandulan yang terjadi pada istri pertama, istrinya lemah tidak melaksanakan tugas tumah tangga dengan baik, tidak bisa mendidik anaknya atau minimnya pengetahuan sehingga tidak bisa memberikan wawasan kepada anak anaknya, atau istri pertamanya mempunyai sifat yang buruk dan sangat tercela.
  3. Factor sosial, seperti halnya wanita yang lebih banyak dari laki laki, banyaknya janda dan lain sebagainya.

            Banyak perempuan yang tidak rela dimadu, karena cintanya akan terbagi. Pernyataan poligami kerap menjadi boomerang dalam hubungan rumah tangga, tak hanya dalam masyarakat awam, namun juga menjadi sangatt kontroversi dikalangan ulama’.  Namun, jika kita meneliti kembali sebenarnya ada hikmah yang dapat diambil dari poligami ini, diantaranya :

Halaman:

Editor: Sauqi Romdani


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x