Khutbah Jumat: Memaknai Asyura dan Kemerdekaan dalam Islam

- 4 Agustus 2022, 22:58 WIB
khutbah jum'at
khutbah jum'at /jpeter2 /pixabay/

Kemerdekaan yang hakiki bagi orang kaya adalah tatkala ia mampu memerdekakan hatinya dari penyakit sombong dan sikap merendahkan orang lain. Kemerdekaan bagi seorang pedagang adalah ketika ia mampu memerdekakan dirinya dari kecurangan. Seorang santri atau siswa dikatakan merdeka apabila ia mampu memerdekakan dirinya dari kemalasan dalam menuntut ilmu.

Guru atau dosen yang merdeka adalah yang mampu memerdekakan dirinya dari niat lain selain mengabdi, mendidik, dan mengader. Seorang tetangga yang merdeka adalah apabila ia mampu memerdekakan hatinya dari virus iri, dengki, dan hasud kepada tetangganya. Dan begitulah seterusnya. Kemampuan melepaskan belenggu yang menghalangi kita dari berbuat baik, itulah kemerdekaan yang hakiki dan sesungguhnya. Jika seluruh bangsa Indonesia sudah meraih kemampuan itu, maka Indonesia benar-benar telah merdeka. Merdeka dalam arti yang sesungguhnya. 

Baca Juga: Contoh Khutbah Jumat Menarik: Pancasila dan Kebinakaan Menurut Al-Quran, Cocok Disampaikan Menjelang HUT RI

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Dua hari berselang setelah kita memperingati HUT Kemerdekaan RI ke-77 pada tahun ini, kita akan memperingati hari Asyura, 10 Muharram 1444 H yang tahun ini jatuh pada Agustus 2022. Salah satu yang kita kenang dan kita petik hikmahnya pada hari Asyura adalah kemerdekaan Nabi Musa ‘alaihissalam beserta para pengikutnya yang beriman dari cengkeraman Fir’aun, al-Walid bin Mush’ab, raja Mesir yang mengaku dirinya sebagai tuhan yang wajib disembah.

Hadirin rahimakumullah, Allah memerintahkan Nabi Musa ‘alaihissalam agar pergi kepada Fir’aun untuk mengajaknya masuk ke dalam Islam, mentauhidkan Allah dan menyucikan-Nya dari sekutu dan serupa. Nabi Musa pun pergi dan memperlihatkan kepadanya mukjizat-mukjizat yang sangat menakjubkan dan membuktikan kenabian dan kerasulannya. Meskipun begitu, Fir’aun tetap kafir kepadanya, menolak dan bersikap congkak serta menyiksa dan menindas kaum Nabi Musa yang beriman. Akhirnya Nabi Musa ‘alaihissalam dan para pengikutnya dari kalangan Bani Isra’il keluar dari Mesir dengan jumlah 600 ribu orang. Fir’aun mengejarnya bersama 1.600.000 pasukan karena ingin memusnahkan Musa dan orang-orang yang bersamanya.

Ketika Musa dan para pengikutnya telah mendekati laut merah, Allah mewahyukan kepada Musa untuk memukul lautan dengan tongkatnya. Laut terbelah menjadi 12 belahan dan setiap belahan seperti gunung yang besar. Di antara setiap dua belahan ada jalan yang kering. Nabi Musa ‘alaihissalam dan orang-orang yang bersamanya masuk ke laut. Fir’aun dan pasukannya pun mengejar mereka. Allah subhanahu wata’ala kemudian menenggelamkan mereka semua dan Allah selamatkan Nabi Musa ‘alaihissalam dan orang-orang yang bersamanya.  

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,          

Para nabi Allah telah memberikan kepada kita contoh dan teladan dalam berdakwah kepada Allah dan bersabar untuk itu. Di atas garis perjuangan mereka inilah para sahabat dan para ulama menempuh jalan. Mereka mendarmabaktikan jiwa dan raga untuk memperjuangkan agama Allah. Teladan Sayyidina al-Husain radhiyallahu ‘anhu yang gugur syahid pada hari Asyura, hari Jumat 61 H selalu lekat dalam ingatan kita. Ketika beliau melihat orang yang tidak cakap memimpin kaum Muslimin ingin meraih puncak kepemimpinan tanpa bai’at dari tokoh-tokoh pembesar kaum muslimin yang berilmu dan bertakwa, al-Husain terang-terangan menentang hal itu. 

Baca Juga: Doa Tahlil dan Ziarah Kubur Teks Arab

Halaman:

Editor: Khoirul Umam


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x