I'tikaf: Pengertian, Hukum, Durasi, dan Waktu yang Paling Mustajab untuk Melaksanakannya!

29 Maret 2024, 16:30 WIB
Apa itu i'tikaf? Bagaimana cara melakukan i'tikaf? Apa syarat-syarat i'tikaf? Pahami tuntunan fikih tentang i’tikaf berikut. /

SUMENEP NEWS - Artikel ini berisi tentang pengertian I'tikaf yang disertai dengan hukum, durasi dan waktu yang paling mustajab untuk melaksanakannya.

Menjelang 10 hari terakhir, I'tikaf menjadi salah satu amalan yang sangat dianjurkan. Walaupun I'tikaf bisa saja dilakukan kapanpun, tetapi I'tikaf pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan memiliki keutamaan yang sangat besar. Pasalnya pada 10 malam terakhir ini menjadi bagian dari usaha untuk meraih keutamaan Lailatul Qadar.

Lantas apa yang dimaksud dengan I'tikaf?

Pengertian I'tikaf

i'tikaf adalah berdiam diri di masjid yang disertai dengan niat. Tujuannya adalah mendekatkan diri kepada Allah swt, dengan cara seperti dzikir, bertasbih, membaca Al-Quran, bermuhasabah, mengingat hari akhir, mendengarkan nasihat dan ilmu-ilmu agama, bergaul dengan orang-orang saleh dan cinta kepada-Nya, memutus segala hal yang dapat melupakan akhirat, dan sebagainya.

Baca Juga: DIJAMIN LOLOS! Inilah Syarat Wajib Lulus CPNS yang Wajib Diketahui

Hukum I'tikaf

Para ulama telah sepakat bahwa I'tikaf ini hukumnya adalah Sunnah. Pasalnya, hal ini biasa dilakukan Rasulullah SAW di setiap tahunnya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mencari pahalanya kepadanya.

Hal tersebut didasarkan oleh sabda Rasulullah SAW yang artinya

“Sungguh saya beri'tikaf di sepuluh hari awal Ramadhan untuk mencari malam kemuliaan (Lailatul Qadar), kemudian saya beri'tikaf di sepuluh hari pertengahan Ramadhan, kemudian Jibril mendatangiku dan memberitakan bahwa malam kemuliaan terdapat di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Barangsiapa yang ingin beri'tikaf, hendaklah beri'tikaf (untuk mencari malam tersebut). Maka para sahabat pun beri'tikaf bersama Beliau.” (HR Muslim: 1167).

Namun akan menjadi “Wajib” apabila sebelum melakukan I'tikaf seseorang telah bernazar untuk melakukan I'tikaf. Seperti hadits Nabi yang artinya:

“Barangsiapa bernazar untuk melakukan ketaatan kepada Allah, dia wajib menunaikannya.” (HR Bukhari: 6318).

Baca Juga: 6 Fakta Unik Tentang Godzilla x Kong: The New Empire 2024 yang Wajib Diketahui!

Durasi I'tikaf

Mengenai durasi melaksanakan I’tikaf terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama yakni:

1. Madzhab Hanafi

Menurut Imam Abu Hanifah, jika i'tikaf itu wajib, misalnya i'tikaf nadzar, maka harus dilakukan dalam waktu minimal satu hari. Sedangkan menurut Imam Abu Yusuf, lebih dari satu hari telah berlalu.

Namun menurut Muhammad bin Hasan, jika i'tikafnya sunnah, maka bisa dilakukan dalam waktu satu jam. (Majma Al-Anhar, 1/256).

2. Madzhab Maliki

Imam Malik berpendapat, jangka waktu i'tikaf minimal sepuluh hari dan maksimal satu bulan. Pendapat ini adalah pendapat Mu'tamad dalam Madzhab. Jadi sudah makruh selama sebulan lebih. (Al Fawaqih Ad Dawani, 1/321).

3. Madzhab Syafi’i

Madzhab Syafi'i berpendapat benar bahwa i'tikaf dapat dilakukan dengan keheningan singkat atau lama di dalam masjid. Imam al-Haramain menjelaskan, waktu di sini tentu lebih lama dibandingkan dengan waktu di Tuma'ninah.

Namun Imam Syafi'i menjelaskan bahwa lebih utama melakukan ini dalam satu hari, jangan sampai tertukar dengan pendapat Imam Abu Hanifah yang mengatakan bahwa waktu yang dihabiskan pada hari I'tikaf itu minimal satu hari. (Lihat Al Majmu' Syarh Al Muhadzdzab, 6/489).

4. Madzhab Hambali

Dalam Mazhab Hanbali, pendapat Mazhab Dahir adalah diperbolehkannya itikaf tanpa puasa, walaupun hanya sebentar, kurang dari sehari. (Al Inshaf fi Ma'rifah Ar Rajih min Al Khilaf, 3/359).

Baca Juga: Kapan Sekolah Kedinasan 2024 Dibuka? Cek Info Pendaftarannya Disini

Namun ada juga riwayat lain dari Imam Ahmad yang menyatakan bahwa i'tikafnya minimal satu hari karena mewajibkan puasa. Namun pendapat Madzhab yang terkenal adalah yang pertama. (Lihat Al Mughni, 3/188).

Waktu yang Paling Mustajab Melaksanakan I'tikaf

Biasanya umat muslim mengidentikan I'tikaf dengan amalan 10 hari terakhir di bulan Ramadhan. Namun sebenarnya I’tikaf dianjurkan juga dilakukan di luar bulan Ramadhan. Hal ini seperti keterangan di dalam madzhab Syafii yang berbunyi

Artinya: I'tikaf merupakan ibadah sunnah muakkadah, suatu ibadah yang dianjurkan setiap waktu baik pada bulan Ramadhan dan di luar Ramadhan berdasarkan ijma’ ulama. (As-Syarbini Al-Khatib, Al-Iqna fi Halli Alfazhi Abi Syuja, [Beirut, Darul Fikr: 1995 M/1415 H], halaman 247).

Sebagaimana diutarakan secara jelas oleh Syarbini, I'tikaf selalu dianjurkan. Itikaf adalah sunah pada bulan Ramadhan dan bulan-bulan di luar Ramadhan. Oleh karena itu, shalat i'tikaf tidak harus dilakukan pada bulan Ramadhan, tetapi juga dilakukan di luar bulan Ramadhan.

Sulaiman al-Bujairimi menjelaskan editorial As-Sharbini dengan mengacu pada keadaan setiap saat, tanpa mengenal waktu makruh, sebagaimana diterapkan pada bab shalat Sunnah.

Jika shalat sunnah mempunyai waktu yang tidak dianjurkan, yaitu shalat sunnah setelah matahari terbit dan ashar, maka tidak ada waktu tahrim untuk sholat i'tikaf. Al-Bujairimi menyebutnya awqatul karahah.***

 

Editor: Ahmad

Tags

Terkini

Terpopuler