Dampak Buruk Alih Fungsi Pesisir Pantai Gersik Putih, A. Dardiri Zubairi: Where Are You Pemda Sumenep?

- 14 April 2023, 07:00 WIB
Aktivis Agraria K. A. Dardiri Zubairi memberikan komentar tentang alih fungsi pesisir pantai Gersik Putih Gapura Sumenep dan desak Bupati turun tangan
Aktivis Agraria K. A. Dardiri Zubairi memberikan komentar tentang alih fungsi pesisir pantai Gersik Putih Gapura Sumenep dan desak Bupati turun tangan /Kolase foto Facebook A. Dardiri Zubairi/Sauqi Romdani/Sumenep News

SUMENEP NEWS - Kabar polemik kampung garam di Desa Gersik Putih kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep terakhir ini menjadi sorotan publik.

Pasalnya, lahan pesisir pantai bagian barat Pantai Keris itu diklaim memiliki SHM (sertifikat Hak Milik) seluas 21 ha dari 91 ha.

Aktivis Agraria A Dardiri Zubairi memberikan komentar melalui laman Facebook sebagaimana dikutip Sumenep News.

Baca Juga: Sedekah Ramadhan, Wartawan dan LSM Sapudi Santuni Duafa dan Lansia

Dalam postingannya, A Dardiri Zubairi mempertanyakan kabar pemda terkait polemik yang terjadi di desa Gersik Putih Sumenep.

Rencana alih fungsi lahan pesisir pantai menjadi tambak garam menuai pro dan kontra di kalangan warga desa.

Dusun Tapakerbau yang berdekatan dengan lokasi menolak alih fungsi pesisir pantai menjadi tambak garam yang digadang gadang sudah ada investornya.

Baca Juga: SAFARI JURNALISTIK! Tim Sumenep News Ajak OSIS SMA dan SMK di Kalianget Kolaborasi

"Alasan penolakan warga Kampung Tapakerbuy terhadap rencana laih fungsi lahan itu karena hanya pesisir itulah yang tersisa. Sementara lahan pesisir lainnya sudah sejak dulu habis menjadi tambak garam. Terhitung sejak masa kerajaan, kolonialisme, dan pemerintah Orde lama dan Baru," ujarnya.

Menurutnya, pengalihfungsian menjadi tambak garam justru akan merenggut mata pencarian laut yang biasanya digunakan untuk menafkahi keluarga.

"Jika pesisir yang tersisa habis dialihfungsikan maka Desa Gersik Putih (termasuk Kampung Tapakerbuy) sebagai sebuah desa yang dekat dengan laut tak akan lagi memiliki pesisir. Bisa dibayangkan, masyarakat pesisir yang sejatinya menyatu dengan alam harus tercerabut dari ekosistem dan ruang hidupnya," tegasnya.

Baca Juga: Gorong-Gorong di Gayam Sumenep Ambruk, Muatan Berat Diminta Distop

Salah satu dewan pengasuh PP Nasy'atul Muta'allimin tersebut mengungkapkan bukan hanya perekonomian yang dirugikan melainkan juga social-budaya.

Biasanya warga pribumi dan non pribumi memanfaatkan lahan pesisir yang tersisa untuk menangkap ikan, kerang, rajungan (kepiting), tiram dsb untuk dimakan sendiri atau dijual. Jika dijual bisa menghasilkan Rp 70 ribu untuk biaya hidup.

Dia pun menyesalkan kepada pemerintah daerah yang tidak melakukan apapun dan memberikan jalan keluar terhadap polemik yang terjadi desa Gersik Putih.

"Yang saya sesalkan sebenarnya sikap Pemerintah Daerah yang tidak melakukan apapun untuk meredam konflik dan mencari jalan keluar dengan mempertimbangkan maslahat dan madharat. Pada hal DPRD sudah mengeluarkan rekomendasi agar rencana alih fungsi lahan jangan dilanjutkan," imbuhnya.

Baca Juga: Lagi, Bekas Galian C Ilegal di Pulau Sapudi Sumenep Telan Korban

Dia pun mendesak agar Bapak Bupati Sumenep untuk turun tangan meredam sebelum warga saling bersitegang.

"Saya usul agar Bapak Bupati turun tangan sebelum terlambat. Jangan biarkan warga saling bersitegang sesama warga," tegasnya.***

Editor: Sauqi Romdani


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah