Puisi Yang Tak Terselesaikan dalam Tabir Rembulan - Puisi Moh. Zainur Rozy

- 28 Februari 2023, 11:49 WIB
Kumpulan puisi yang ditulis oleh Moh. Zainur Rozy meliputi judul Puisi Yang Tak Terselesaikan, Tabir Rembulan, Berani Hidup Itu Indah, Nak, Bianglala surga, dan lain sebagainya/ilustrasi
Kumpulan puisi yang ditulis oleh Moh. Zainur Rozy meliputi judul Puisi Yang Tak Terselesaikan, Tabir Rembulan, Berani Hidup Itu Indah, Nak, Bianglala surga, dan lain sebagainya/ilustrasi /ThounghtCatalog/Pixabay

SUMENEP NEWS - Kumpulan puisi yang ditulis oleh Moh. Zainur Rozy meliputi judul Puisi Yang Tak Terselesaikan, Tabir Rembulan, Berani Hidup Itu Indah, Nak, Bianglala surga, dan lain sebagainya.

Puisi Yang Tak Terselesaikan

Apa kabar pagimu di jejak  purnama, Arumania? aku sudah menjejal jarak pada langkah yang mulai gundah. Meneriaki air laut pasang nan surut untuk kembali dalam dekapan. sekilas mengheningkan cipta atas gugurnya air mata yang sejak dulu mencumbu dalam derap langkah. Garis lengkung, ayu wajahmu menimbun bekas sayat paling pilu, pada sajak yang kudekap sejak dulu.

Waktu, menyerang rayu pada tubuhku, segelintir cemas kian membisu, menikamku dalam dalam pada peraduan malam. Aku menepis mawar pada bunga bunga yang mensamarkan pandang. Disana di keagungan, aku terlena pada kesunyian, menunggu kata kata yang kau bisikkan pada angin, dan lengkingmu dalam kalbu pada malam yang syahdu.

Aku menunggumu, menghitamkan pasir pasir dengan tinta debur gelombang. Sebab, sajak belum kita jejal pada samudra ini, menunggu mawar melipat kenang pada dahan dahan ketenangan.

Annuqayah,  November 2022

Tabir Rembulan

Aku melihatmu di celah tabir rembulan

Menyapa sepasang mata lewat derai angin

Mengutuk mata yang telah dusta

Meski bianglala memaksa melihatnya

 

Disanalah senja

Berkiprah, membasuh dan mencuci mata

Telah lama angin menaruh rasa

Pada waktu yang begitu memaksa

 

Melawan derita di gelombang aksara

Bahwa senja akan ada

Menuntun asa

Disitulah aku berada

Annuqayah,  November 2022

Bianglala Surga

Mari kita lihat senja di istana

Beralaskan potongan emas murni

Dilapisi api yang terus mencairkannya

Hingga akhirnya hancur tak berguna

 

Cawan dengan anggur penuh

Berceceran penuh gairah

Tak ada satupun orang

Mencicipi ataupun terbakar nafsu

 

Air mancur yang ada di taman

Mengalirkan air hujan

Mengucur deras diterpa purnama

Dipeluk kabut, menjadi bianglala surga

Annuqayah,  November 2022

Berani Hidup Itu Indah, Nak

Nak, makanlah rintihan embun pagi

Sebab, sejatinya ia paling suci

Dari lokan laut yang kita makan tiap hari

 

Disana di awan penuh gerimis

Menyilaukan air mata cemas

Hingga akhirnya, ibumu ini lemas

 

Pulanglah, nak

Rajutan benang kapas telah teranyam

Mencerahkan langit, menghapus bianglala

 

Berjalanlah, mengiringi sungai air mata

Disitulah cahaya bersinyalir

Menunggumu berjalan tabah didepanku

Annuqayah,  November 2022

Menunggu Ajal

 

Putik bunga berguguran

Tatkala engkau datang

Runtuh untuk memulai baru

Bingkisan yang telah lusuh.

Angin menerpa

Menari-nari di setiap aksara

Rajutan akar pada bingkai tanah

Melepuh seiring waktu

 

Dunia meraup asa

Sekalipun sebentar kita menatap

Menunggu ajal

Pada tuhan yang menyimpan tahta

Annuqayah,  November 2022

Hikayat Penikmat Senja

Jasmine apa kabar

Nikmatkah seruling lagu yang menelusuk di helaian hujan?

Sedang waktu tak menyongsong waktu untuk berbicara

Yang sedari embun pagi engkau mematung disana

 

Engkaukah itu bila kopi panas tanpa gula kau hidangkan

Bersama sehelai kelembutan tanganmu yang menyapa

Aku bersikukuh menderas kelembutan memilukan disana

 

Seruling keagungan mengisi hasrat pulang

Menaburi perjalanan darah yang mulai terpacu

Pada selembar kertas disana membisu

 

Jasmine ikatlah gelombang surut air laut

Meratapi pasir-pasir hanyut pada belaian debur ombak

Disana aku berlarian menikmati hujan

Sembari melihat matahari yang mulai terpejam

Annuqayah,  November 2022

Lorong Sandiwara

Kala mentari berkedip penuh kehangatan

Lesung pipi yang tak bisa kupandang

Selir angin menyapa di sepanjang arah

Memelukku pada dekap arah yang tak terarah.

Engkau mengepakkan sayap di lorong sandiwara

Sekilas bak cahaya redup penuh kedamaian

Melekat di rongga kata, rasa di dada

Yang akan memuncak saat waktu tiba.

Semenjak kilas cahaya merayu mata

Mengisi tubuh kerontang

Memabukkan di setiap sajak 

Engkau pasti kusiratkan

Annuqayah,  November 2022

Aksara Lautan

 

Ditepi waktu, memutar aksara

Melipat genangan air ditiap jalan kata

Membasuh pincang asmara

Yang sejak dulu tiada tara.

Sajak itu mengalir bak sungai

Terjun bebas menempa bebatuan

Melukis kubangan dengan air mata

Mengalir tanpa tahu arah.

Lautan mana yang kutuju

Menyisakan debu yang pekat di tepi lautan

Melukis kenang di pasir-pasir

Mengutuk senja pada angin yang berdesir.

Annuqayah,  November 2022

Syahda

Kala hangat rembulan menyengat waktu

Seruling meneriaki candu

Terpanggil untuk mencumbu sedu

Pada keringat yang telah lama lusuh.

Aku teringat pada sahdamu

Yang menghantui di setiap senja

Meski sesekali mendung

Mencambukku diujung kata.

Aku masih mengingatmu syahda

Walau kopi pagi ini tak kau beri canda

dan adukan manis di sepanjang malam

yang ku acuhkan sejak cahaya mulai kelam

Annuqayah,  November 2022

Suasana Jalan Ibu Kota

Kunaiki punggung cakrawala

Meniti di setiap inci kata salah

Menjauhi disetiap jengkal sandiwara

Yang menipu dikala senyum mengembara.

Titian dunia adalah tiada

Hanya bekas segala doa

Yang dipanjatkan tak kala ia berdosa

Menimbunnya dengan mimpi sebagai asa.

Aku berpetualang

Menjejal air mata

Di singgasana sang raja

Mengambil upeti di detik mati

Aku tetap tak berhenti

Annuqayah,  November 2022

Jatuh

Selamat bercumbu di dzahir yang lusuh

Menemui ajal yang kian berderu

Di telapak kaki waktu

Membisu

Takrir mimpi

Tak begitu yakin

Akan doa yang harap

Di pelipur lara pemanggilan semu

Yang terus menyerbuku pada ajal yang tak nentu

Kucoba detak keniscayaan yang kuayuh

Menjejal lereng dengan ayuhan syahdu

Di kilau pipimu aku terjatuh.

Annuqayah, 02 Desember 2022

Melekat

Detak harap kerap mencuat

Menumpuk batu cadas berlumut

Setajam kata dalam mulut

Ingkar menari dengan gelombang laut

 

Kerap doa bermunajat

Berlari di lorong-lorong sempit

Pada doa sempat kutitip

Sebilah pedang penebas rindu kalut

 

Engkau berdiri

Meniti cuat doa

Tanpa darah

Engkau tetap melekat

Annuqayah, 03 Desember 2022

Kekasih Iman

Lusa kau meneriaki pulang

Mengajak berjejer di pangkuan

Melipat jenuh menebas keluh

Penyelimut petir ditiap kilatan

 

Bersandar tiang keimanan

Meniti tangga menuju sang pujaan

Menoleh kiri kanan dalam langkah harapan

Menikmati perjalanan di gelapnya malam

 

Duduk termangu menatap tangan harap

Menyisir kata yang pantas kugantung

Ditiap bait-bait puisi

Untukmu sang kekasih iman

Annuqayah, 03 Desember 2022

Lekuk Senyum dan Sehelai Rayu

 

Lekuk senyum dengan sehelai rayu

Menukik di lengkung teluk rusuk

Penghias detak retak di relung hati

Yang kini membentuk pusara ceruk cinta

 

Pusara menguasa di tabir rembulan

Menyelimuti malam dengan air mata tangis

Pada tubuh-tubuh kehilangan jiwa

Dalam derasnya asmara

 

Aku sang penikmat senja

Menantangmu dalam pertempuran raja

Dalam kedipan bintang

Aku akan kalah dengan indah paranoma

Annuqayah, 05 Desember 2022

 

*siswa kelas akhir  Ma Tahfid Annuqayah. Merupakan pengurus Iksbat komisi B : Pengembangan Pers. Aktivis Istana Pers Jancukers (IPJ). Berdomisil di BPBA B. English Lubangsa. Ig @gelenk_gelenk

Baca Juga: Kirim Tulisan

Editor: Sauqi Romdani


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Puisi Akrostik Nama Cinta

5 Mei 2024, 20:30 WIB

Puisi Akrostik Nama Mimpi

5 Mei 2024, 20:00 WIB

Terpopuler

Kabar Daerah