Malam Ini
Malam begitu riang
Dengan suara sunyi menyendiri
Menampakkan gemintang yang mulai tertutup awan
Petanda bahwa akan turun hujan
Memadu rasa denganku yang gundah
Mengkoyak tubuh yang mulai resah
Membakar pepohonan seperti api kecemburuan.
Matamu ranum dan indah
Menari-nari didalam bunga mawar
Menyerbak aroma kasturi
Yang lama terpantri
Semoga kau melihat awan
Yang indah menggelora, gemuruh
Untuk menghujam dada dengan hujan.
Sebab, hati yang selama ini bungkam
Lihatlah disana kasih!
Itulah aku lelaki fana
Memompa darah yang hampir pecah
Memahat rasa, memadu cinta
Terbakar api kerinduan
Terkapar kesedihan.
Angin terasa dingin
Menerpa diri ini yang nahas
Mencipta perihal luka
Terjatuh, terinjak, terkikis waktu
Menjadi debu
Mifda, 2022
Baca Juga: Tanah Lansia Ambu Wangi - Puisi Dise Dalusari
Tahun Ke Tahun Yang Akan Dilewati
“Suatu saat nanti, yang termaktub akan terjadi
Dari alkisah menjadi peristiwa”
Pohon-pohon rimbun menjadi kebun
Dari ladang menjadi bangunan
Akan tetapi embun telah menyayat
Pada tubuh ini yang terlelap
Annuqayah, 2022
Surat Kecil Untuk Adikku
Adikku
Kenapa kau meracau pada angin
Berbisik kepada angan
Dan mendengarkan debur ombak berpadu lagu
Akannkah menenangkanmu?, adikku
Sungai mengalir dari hilir
Menjelajahi akar pepohonan
Tersaring menjadi pemandangan
Yang indah bersama senyuman
Menantimu disetiap kecupan
Supaya bintik-bintik rindu
Berpadu menjadi satu
Melesat indah di gelapnya malam
Merajut aksara menjadi doa
Ku menengadah, mengadu kepada tuhan
Bahwa aku sedang merindumu, adikku
Mifda, 2022
Baca Juga: Jejak Untaian Diksi Abadi - Puisi Muhammad Sofwan Kamil
Senja
Kelopak matamu
Melukis sanubari rindu
Pada kegelapan malam
yang indah nan syahdu
menyusuri jalan setapak lekuk wajahmu
dihimpit pelipis mata dan pipi merona
yang selalu kau suguhkan untukku
samar-samar, ayu wajahmu mengintip di jendela
berupaya masuk untuk hidup bersama
namun, sejengkal demi sejengkal kau berubah
menghindar dan hilang untuk sekian kalinya
kaulah senja penghantar rindu
untuk menghapus ingatan yang telah layu
Mifda, 2022
Baca Juga: Hampa - Puisi Fitria Ningsi N
Kopi Kenangan
Sekian kalinya ku seduh kopi
Dengan sesegukan di wajah
Menahan perih untuk air mata yang akan tumpah
Bising sunyi menyeruak bisikan angan
Menyelusuri jalan setapak yang kau sebut simpang
Berteduh dari hujan membungkam
Melelehkan air mata yang telah tumpah
Dari raut wajahmu yang mulai resah
Annuqayah, 2022
Hikayat Luka
Hikayat luka
Tak bosan-bosan kuceritakan
Melalui benak meleleh menjadi tinta
Dari rangkaian abjad menjadi kalimat
Penuh makna yang sangat hikmat
Ku berlabuh di kelopak matamu
Bersembunyi dikala rintik rindu
Menyapa diantara aku dan waktu lalu
Berbaiat dengan sunyi
Melalui ciuman di kening dan di pipi
Nikmat seperti kopi
Yang diaduk dengan derai air mata
Malam begitu sunyi
Dibungkam dinginnya malam
Menuang dingin keseluruh tubuh.
Sebab, pohon itu akan tumbuh
Tumbuh sampai tutup usia
Dikala senja yang akan menua
Annuqayah, 2022
Baca Juga: Ibu - Puisi Indra Subiantoro
Lelah
Sekarang pohon itu lelah
Layu dengan tatapan sayu
Derai air mata terus merayu
Supaya pohon itu tetap tumbuh.
Menuai seperti reranting dan buah
Yang siap dipetik. Namun,,
Pohon itu tetaplah pohon
Tak berubah walau berlutut memohon
Akulah pohon itu
Menerima sesuatu untuk yang lebih bermutu
Menopang genteng agar tidak jatuh
Menjadi penampung antara cinta dan rindu
Mifda, 2022
Hujan
Sekarang gemuruh memarahiku
Akan kesalahan yang membuat dia terluka
Menuangkan segala luka dengan derai air mata
Menyembunyikan kelopak mata
Demi sesuatu yang telah singgah
Air matamu mengalir, menghapus kepedihan
Memadamkan api yang membakar tubuh
Kini kau tersenyum
Namun, sehelai rambut pun tetap kau sembunyikan
Dari mataku yang tak pernah tertutup
Dan dirimu yang telah termaktub
Annuqayah, 2022
Baca Juga: MLI-I dan Gapura - Puisi Kris Patih Azalea
Luka
Kasih
Tak habis-habis ku ceritakan dirimu
Walau debur ombak terus menghantam karang
Hingga hancur tersapu denganku yang kerontang
Sesekali kulihat dirimu
Tergopoh-gopoh memelukku dari belakang
Demi diriku yang sudah terbengkalai
Masihkah kau sisipkan buih
Untuk karang yang telah kau hantam
Sebab, dia akan tegak runcing
Menantang langit dan kilat petir
Kasih
Kau bermanja menuang angan
Membantuku lari dari gelapnya kenangan
Namun, masih kau titipkan malam
Diantara kelopak matanya
Yang kini kukenangkan
Gemercik sungai
Mengalir dari benak sampai ke hilir
Menyisakan satu bintik debu
Itulah dirimu. Luka
Moh.Zainur Rozy Mahasantri yang menelusuri jejak kiai di bumi Annuqayah. Melihat dunia di jejak Keraton Pera petta’ (To pho the). Menghapus keroncongan Ilmu di Mts 1 Annuqayah, Ma Tahfidh Annuqayah. Merangkai cerita di Iksbat, Lipensa, Sanggar Pangeran, Istana Pers Jancukers (IPJ) dan lain sebagainya. Menunggu curahan pemirsa di instagram-nya @Gelenk_Gelenk.