Selembar Koran Sabtu
Belum terlalu lama, bukan?
Musim hujan selalu mengingatkan kita pada kenangan
Seperti sirene
Dulu kita pohon hanau
Daunmu lebat lagi hijau
Rantingku tak bercabang
Hanya lurus padamu
Ingatkah malam itu
Kau membukakan baju
Membiarkan tanganku masuk di dadamu
Kemudian kau menutupnya kembali dengan selembar koran
Koran Sabtu
Mengharap aku membacanya
Mulai dari catatan kaki, headline, hingga ujung rambutmu
Belum terlalu lama, bukan?
Musim begitu cepat berganti
Tapi kenangan tak pernah lekang
Dan tak pernah lapuk kecuali oleh kematian
Aku masih ingat kala itu
Ada berita hangat
Sehangat tubuhmu
Di selembar koran Sabtu
Yang kubaca dengan wajah biru
Mengenang Juli Sunyi
(Sebuah sajak untuk Abi)
Matahari melahap sunyi
Pada Juli tempo hari
Mengabarkan duka penuh nyeri
Kudengar tangis ibu
Berseru menggebu-gebu
Meraba raga sayu, bisu, haru
Bulan sudah berganti
Peti mati merobek imaji
Pada diri di luas sanubari
Kuupayakan tuntas beban
Agar duka kian berkurang
Segala doa kupanjatkan
Agar lapang perjalanan
Aku Lupa Puisi Terakhir
Aku sudah lupa kekasih, kapan terakhir kali aku menuliskan puisi
Untukmu, untukku, untuk kita
Rasanya sudah lama sekali
Kerinduan hanya selalu ku tabung pada katalog buatan kita dulu
Ku sadari semua itu tak mungkin dapat mengelus hatimu
Tapi percayalah, bahwa cinta akan tetap menjadi selimut paling hangat di tubuh kita
Menjelma puisi yang paling melelapkan
Biodata Singkat penulis
F. Hidayat, adalah mahasiswa aktif STKIP PGRI Sumenep, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Aktif berkegiatan di Lembaga Pers Mahasiswa Retorika, Komunitas Sastra 3 Indonesia, dan Kampung Pentigraf Indonesia. Beberapa karyanya telah dibukukan di antologi bersama, antara lain Takziah Bulan Tujuh (Obituari untuk Sapardi), Hari-hari Huru-Hara, Nama-nama yang Dipahat di Batu Karang.
Baca Juga: Kirim Tulisan