“Mas! Kapan suksesnya?” Pernyataan yang selalu diulang-ulang sampai telingaku menjual ledak. Ada hawa malu menusuk ulu hati, bagaimana mungkin seorang lelaki muda yang bertumpu pada orang tua langsung sukses seketika. Bukan hanya mungkin, melainkan fakta seorang lelaki sukses pada usia muda. Pernyataanya, apakah itu aku?
Bagi seorang pria meski sah secara agama atau negara, namun belum kewajiban untuk membahagiakan pasangannya lebih penting daripada membahagiakan dirinya sendiri. Bahkan, yang terpikirkan adalah bagaimana membeli makanan yang disukai meskipun dirinya memakan sisa bangkai milik orang.
“Iya, Dik. Suatu saat nanti Masmu akan sukses dan kamu adalah anugerah motivasiku,” jawabku pada setiap pertanyaannya.
“Mas kerja apa?” Wajahku berkerut. Seorang lelaki adalah tanggung jawab yang besar. Selain berbentuk non materi, berupa senyum, mengajaknya bernostalgia, bahagia ... melainkan juga secara materi, yaitu uang. Di dunia ini mendapatkan kertas uang nominal rupiah hal sepele. Ada keringat bercucuran dan meluangkan banyak waktu bersama hanya berkerja demi mendapatkan penghasilan secara halal. Pertanyaanya, apakah dengan penghasilanku sekarang masih kurang memenuhi kebutuhannya saat bertemu dan bernostolgia?
“Mas kerja sebagai editor penerbit freelancer di berbagai penerbit Indie skala nasional.”
“Iya. Semoga membawa kesuksesan.” Itulah akhir dari ucapannya. Entah, apa yang berharganya selama ini? Meskipun penghasilan yang didapat dari penghasilan pegawai negeri, namun bagi seorang pemuda berumur 20 tahun mendapat penghasilan rata-rata 100-200k setiap bulan, menjadi momen bahagia yang pernah ia rasakan.
***
Aku adalah orang desa, tak sempurna, dan sederhana. Berkat seorang perempuan, seolah aku menjadi lelaki paling sempurna di dunia ini. Kami menjalin sebauh pasangan hampir dua tahun. Luka, duka, air mata, dan bahagia mengiringi perjalan kehidupan yang masih panjang.