SUMENEP NEWS - Kumpulan puisi yang ditulis oleh Moh. Zainur Rozy meliputi judul Puisi Yang Tak Terselesaikan, Tabir Rembulan, Berani Hidup Itu Indah, Nak, Bianglala surga, dan lain sebagainya.
Puisi Yang Tak Terselesaikan
Apa kabar pagimu di jejak purnama, Arumania? aku sudah menjejal jarak pada langkah yang mulai gundah. Meneriaki air laut pasang nan surut untuk kembali dalam dekapan. sekilas mengheningkan cipta atas gugurnya air mata yang sejak dulu mencumbu dalam derap langkah. Garis lengkung, ayu wajahmu menimbun bekas sayat paling pilu, pada sajak yang kudekap sejak dulu.
Waktu, menyerang rayu pada tubuhku, segelintir cemas kian membisu, menikamku dalam dalam pada peraduan malam. Aku menepis mawar pada bunga bunga yang mensamarkan pandang. Disana di keagungan, aku terlena pada kesunyian, menunggu kata kata yang kau bisikkan pada angin, dan lengkingmu dalam kalbu pada malam yang syahdu.
Aku menunggumu, menghitamkan pasir pasir dengan tinta debur gelombang. Sebab, sajak belum kita jejal pada samudra ini, menunggu mawar melipat kenang pada dahan dahan ketenangan.
Annuqayah, November 2022
Tabir Rembulan
Aku melihatmu di celah tabir rembulan
Menyapa sepasang mata lewat derai angin
Mengutuk mata yang telah dusta
Meski bianglala memaksa melihatnya
Disanalah senja
Berkiprah, membasuh dan mencuci mata
Telah lama angin menaruh rasa
Pada waktu yang begitu memaksa
Melawan derita di gelombang aksara
Bahwa senja akan ada
Menuntun asa
Disitulah aku berada
Annuqayah, November 2022
Bianglala Surga
Mari kita lihat senja di istana
Beralaskan potongan emas murni
Dilapisi api yang terus mencairkannya
Hingga akhirnya hancur tak berguna
Cawan dengan anggur penuh
Berceceran penuh gairah
Tak ada satupun orang
Mencicipi ataupun terbakar nafsu
Air mancur yang ada di taman
Mengalirkan air hujan
Mengucur deras diterpa purnama
Dipeluk kabut, menjadi bianglala surga
Annuqayah, November 2022
Berani Hidup Itu Indah, Nak
Nak, makanlah rintihan embun pagi
Sebab, sejatinya ia paling suci
Dari lokan laut yang kita makan tiap hari
Disana di awan penuh gerimis
Menyilaukan air mata cemas
Hingga akhirnya, ibumu ini lemas
Pulanglah, nak
Rajutan benang kapas telah teranyam
Mencerahkan langit, menghapus bianglala
Berjalanlah, mengiringi sungai air mata
Disitulah cahaya bersinyalir
Menunggumu berjalan tabah didepanku
Annuqayah, November 2022
Menunggu Ajal
Putik bunga berguguran
Tatkala engkau datang
Runtuh untuk memulai baru
Bingkisan yang telah lusuh.
Angin menerpa
Menari-nari di setiap aksara
Rajutan akar pada bingkai tanah
Melepuh seiring waktu
Dunia meraup asa
Sekalipun sebentar kita menatap
Menunggu ajal
Pada tuhan yang menyimpan tahta
Annuqayah, November 2022
Hikayat Penikmat Senja
Jasmine apa kabar
Nikmatkah seruling lagu yang menelusuk di helaian hujan?
Sedang waktu tak menyongsong waktu untuk berbicara
Yang sedari embun pagi engkau mematung disana
Engkaukah itu bila kopi panas tanpa gula kau hidangkan
Bersama sehelai kelembutan tanganmu yang menyapa
Aku bersikukuh menderas kelembutan memilukan disana
Seruling keagungan mengisi hasrat pulang
Menaburi perjalanan darah yang mulai terpacu
Pada selembar kertas disana membisu
Jasmine ikatlah gelombang surut air laut
Meratapi pasir-pasir hanyut pada belaian debur ombak
Disana aku berlarian menikmati hujan
Sembari melihat matahari yang mulai terpejam
Annuqayah, November 2022
Lorong Sandiwara
Kala mentari berkedip penuh kehangatan
Lesung pipi yang tak bisa kupandang
Selir angin menyapa di sepanjang arah
Memelukku pada dekap arah yang tak terarah.
Engkau mengepakkan sayap di lorong sandiwara
Sekilas bak cahaya redup penuh kedamaian
Melekat di rongga kata, rasa di dada
Yang akan memuncak saat waktu tiba.
Semenjak kilas cahaya merayu mata
Mengisi tubuh kerontang
Memabukkan di setiap sajak
Engkau pasti kusiratkan
Annuqayah, November 2022
Aksara Lautan
Ditepi waktu, memutar aksara
Melipat genangan air ditiap jalan kata
Membasuh pincang asmara
Yang sejak dulu tiada tara.
Sajak itu mengalir bak sungai
Terjun bebas menempa bebatuan
Melukis kubangan dengan air mata
Mengalir tanpa tahu arah.
Lautan mana yang kutuju
Menyisakan debu yang pekat di tepi lautan
Melukis kenang di pasir-pasir
Mengutuk senja pada angin yang berdesir.
Annuqayah, November 2022
Syahda
Kala hangat rembulan menyengat waktu
Seruling meneriaki candu
Terpanggil untuk mencumbu sedu
Pada keringat yang telah lama lusuh.
Aku teringat pada sahdamu
Yang menghantui di setiap senja
Meski sesekali mendung
Mencambukku diujung kata.
Aku masih mengingatmu syahda
Walau kopi pagi ini tak kau beri canda
dan adukan manis di sepanjang malam
yang ku acuhkan sejak cahaya mulai kelam
Annuqayah, November 2022
Suasana Jalan Ibu Kota
Kunaiki punggung cakrawala
Meniti di setiap inci kata salah
Menjauhi disetiap jengkal sandiwara
Yang menipu dikala senyum mengembara.
Titian dunia adalah tiada
Hanya bekas segala doa
Yang dipanjatkan tak kala ia berdosa
Menimbunnya dengan mimpi sebagai asa.
Aku berpetualang
Menjejal air mata
Di singgasana sang raja
Mengambil upeti di detik mati
Aku tetap tak berhenti
Annuqayah, November 2022
Jatuh
Selamat bercumbu di dzahir yang lusuh
Menemui ajal yang kian berderu
Di telapak kaki waktu
Membisu
Takrir mimpi
Tak begitu yakin
Akan doa yang harap
Di pelipur lara pemanggilan semu
Yang terus menyerbuku pada ajal yang tak nentu
Kucoba detak keniscayaan yang kuayuh
Menjejal lereng dengan ayuhan syahdu
Di kilau pipimu aku terjatuh.
Annuqayah, 02 Desember 2022
Melekat
Detak harap kerap mencuat
Menumpuk batu cadas berlumut
Setajam kata dalam mulut
Ingkar menari dengan gelombang laut
Kerap doa bermunajat
Berlari di lorong-lorong sempit
Pada doa sempat kutitip
Sebilah pedang penebas rindu kalut
Engkau berdiri
Meniti cuat doa
Tanpa darah
Engkau tetap melekat
Annuqayah, 03 Desember 2022
Kekasih Iman
Lusa kau meneriaki pulang
Mengajak berjejer di pangkuan
Melipat jenuh menebas keluh
Penyelimut petir ditiap kilatan
Bersandar tiang keimanan
Meniti tangga menuju sang pujaan
Menoleh kiri kanan dalam langkah harapan
Menikmati perjalanan di gelapnya malam
Duduk termangu menatap tangan harap
Menyisir kata yang pantas kugantung
Ditiap bait-bait puisi
Untukmu sang kekasih iman
Annuqayah, 03 Desember 2022
Lekuk Senyum dan Sehelai Rayu
Lekuk senyum dengan sehelai rayu
Menukik di lengkung teluk rusuk
Penghias detak retak di relung hati
Yang kini membentuk pusara ceruk cinta
Pusara menguasa di tabir rembulan
Menyelimuti malam dengan air mata tangis
Pada tubuh-tubuh kehilangan jiwa
Dalam derasnya asmara
Aku sang penikmat senja
Menantangmu dalam pertempuran raja
Dalam kedipan bintang
Aku akan kalah dengan indah paranoma
Annuqayah, 05 Desember 2022
*siswa kelas akhir Ma Tahfid Annuqayah. Merupakan pengurus Iksbat komisi B : Pengembangan Pers. Aktivis Istana Pers Jancukers (IPJ). Berdomisil di BPBA B. English Lubangsa. Ig @gelenk_gelenk
Baca Juga: Kirim Tulisan