Argumen Penolakan Serikat Buruh Terhadap Program Tapera Pekerja

- 2 Juni 2024, 02:41 WIB
Begini kata pemerintah soal kewajiba iuran Tapera untuk karyawan yang memiliki cicilan Tapera
Begini kata pemerintah soal kewajiba iuran Tapera untuk karyawan yang memiliki cicilan Tapera /Pixabay/Pexels

SUMENEP NEWS - Program Tapera tumpang tindih dengan program manfaat layanan tambahan (MLT) perumahan BPJS Ketenagakerjaan, dan Pasal 37 UU 40/2004. Lebih baik maksimalkan program MLT perumahan dan Pasal 37 UU 40/2004 untuk keperluan perumahan pekerja, sehingga pekerja dan pengusaha swasta/BUMN/BUMD tidak perlu lagi dibebani kewajiban membayar iuran Tapera

Potongan 3 persen terhadap upah pekerja/buruh sebulan untuk program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menuai penolakan kalangan pengusaha dan pekerja. Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar, mengatakan Tapera diatur melalui  UU No.4 Tahun 2016 tentang Tapera, Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera

Kepesertaan Tapera diatur Pasal 7 UU 4/2016 yaitu setiap pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit upah minimum wajib menjadi peserta. Pekerja mandiri yang berpenghasilan di bawah upah minimum dapat menjadi peserta. Pasal 9 mewajibkan pemberi kerja mendaftarkan pekerjanya dalam program Tapera ini. Untuk pekerja mandiri harus mendaftarkan dirinya sendiri kepada Badan Penyelenggara (BP) Tapera untuk menjadi peserta.

Berikutnya Pasal 18 menyatakan pemberi kerja wajib mernbayar simpanan yang menjadi kewajibannya dan memungut simpanan yang menjadi kewajiban pekerjanya yang menjadi peserta. Pemberi kerja wajib menyetorkan simpanan ke dalam rekening peserta yang dikelola oleh bank kustodian. Timboel mencatat sedikitnya 5 hal yang perlu dicermati dalam program Tapera ini.

 Baca Juga: Akhirnya! Film Agak Laen Tayang di OTT, Tonton Secara Legal di Link Berikut Ini!

Pertama, pekerja dan pengusaha wajib ikut Tapera dengan membayar iuran 2,5 persen dari pekerja dan 0,5 persen dari Pengusaha, seperti yang diamanatkan Pasal 15 ayat (2) PP No. 25 Tahun 2020, tapi pekerja tidak otomatis mendapat manfaat Tapera yaitu KPR, Pembangunan Rumah, dan perbaikan (renovasi) rumah. Pasal 38 ayat 1b dan 1c mengatur syarat penerima manfaat Tapera adalah pekerja yang masuk kategori masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan belum memiliki rumah.

Pasal 39 ayat (2c) menyebut pemberian manfaat berdasarkan tingkat kemendesakan kepemilikan rumah yang dinilai BP Tapera. Sehingga BP Tapera menentukan akses peserta terhadap manfaat Tapera. Melansir laman BP Tapera, yang masuk kategori MBR adalah pekerja dengan penghasilan maksimal Rp8 juta per bulan dan Rp10 juta per bulan untuk wilayah Papua dan Papua Barat.

Kedua, dana simpanan peserta yang dikelola BP Tapera tidak ada kepastian imbal hasil. Timboel melihat imbal hasil ditentukan subjektif oleh BP Tapera. Beda halnya dana Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan yang imbal hasilnya paling sedikit sama seperti rata-rata deposito bank pemerintah. Selama ini rata-rata imbal hasil yang dikembalikan kepada peserta JHT lebih tinggi 1 sampai 2 persen dari bunga deposito bank pemerintah.

Ketiga, saat ini sudah ada fasilitas perumahan bagi pekerja swasta/BUMN/BUMD melalui program Manfaat Layanan Tambahan (MLT) BPJS Ketenagakerjaan. Hal itu telah diatur Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.17 Tahun 2021 jo Permenaker No.35 Tahun 2016 yang intinya memberikan manfaat sama seperti Tapera yakni KPR, pembangunan rumah, atau renovasi rumah. Permenaker 17/2021 mengatur besaran program uang muka perumahan yang diberikan kepada peserta paling banyak Rp150 juta, KPR paling banyak Rp500 juta, dan renovasi paling banyak Rp200 juta.

Halaman:

Editor: Ahmad

Sumber: Antara News


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah