Mbah Wahab Pidato Kuda dan Gajah untuk Redakan Pertentangan Keberadaan Ansor di Awal Pembentukan

- 16 Juli 2022, 19:23 WIB
Mbah Wahab Pidato Kuda dan Gajah untuk Redakan Pertentangan Keberadaan Ansor di Awal Pembentukan
Mbah Wahab Pidato Kuda dan Gajah untuk Redakan Pertentangan Keberadaan Ansor di Awal Pembentukan /kominfo.jatimprov.go.id/

SUMENEP NEWS – Mbah Wahab atau KH Wahab Chasbullah, melaluli pidatonya turut meredakan polemik keberadaan Ansor di awal pendiriannya.

Di awal pembentukannya, Ansor kerap mengundang polemik, dan Mbah Wahab senantiasa berihtiar meredakannya.

Sebagai salah seorang kyai pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Mbah Wahab ingin agar keberadaan NU dan organisasi di bawahnya, termasuk Ansor, terus berkembang.

Bertepatan dengan Kongres ke-9 NU di Banyuwangi, Ansor sering disebut juga ANO (Ansoru Nahdlatil Oelama) berdiri tanggal 24 April 1934.

Baca Juga: Profil dan Biodata Kasal Laksamana TNI Yudo Margono yang Menerima Bintang Jasa dari Singapura

Awal pembentukan Ansor itu mengundang polemik di antara para kyai, yang menganggap organisasi kepemudaan itu belum dibutuhkan.

Hingga periode 1935-1938, polemik sering terjadi antara pra kyai sepuh dan pengurus Ansor.

Polemik itu terutama karena para kyai belum melihat urgensi dari keberadaan ANO, pasalnya di lingkungan NU masih banyak para kyai muda dan para santri yang masih bisa diberdayakan tanpa harus diakomodir ke dalam sebuah organisasi khusus.

Polemik tentang keberadaan Ansor itu terus berlanjut sampai pada Kongres NU ke-12 di Malang tahun 1937.

Kala itu terjadi pro-kontra di antara para peserta kongres perihal rencana pembatalan kepengurusan ANO yang telah dibentuk tiga tahun sebelumnya.

Baca Juga: Pesan Menyentuh Tata Janeeta Kepada Sang Suami AKBP Brotoseno Setelah Dipecat Dari Masa Dinasnya

Meski pembatalan itu tidak terjadi, namun masalah ANO tetap masih menyisakan persoalan untuk dibahas pada Kongres NU selanjutnya.

Hingga tiba Kongres NU ke-13 di Menes tahun 1938. Sebuah pidato dari KH Wahab Chasbullah, telah berhasil meredam perbedaan antara ANO dengan para kyai sepuh.

Sebagaimana dikutip dari nu.or.id, dalam pidatonya itu KH Wahab Chasbullah menyampaikan,

"So’al ta’ setoedjoenja (antipathie) sebagian dari fihak tetoea kepada ANO itoe, tidaklah boleh dibiarkan sadja. Sebab, perkara itoe tentoe ta’ akan ada habisnja. Sebagai tjontoh, maka sahabat2 dari K.N. Moehammad s.a.w. sewaktoe beliau mengadakan peperangan dengan orang2 Perzie, jang satoe dan lainnja ta’lah dapat memoelai akan peperangannja itoe, karena koeda2jang mendjadi kendaraannja beliau sahabat2 Nabi itoe tidaklah pernah mengenal gadjah, jang mendjadi toenggangannja bangsa Perzie, sehingga takoet kepadanja, dan begitoe poela sebaliknja. Tetapi setelah sahabat2 terseboet membeli gadjah, jg teroes dikenalkan dengan koeda2 baliau sehingga koeda2 ini ta’ takoet lagi kepada gadjah. Setelah itu mereka berangkat perang dan berhasil menakloekan bangsa Perzie. Djadi, kita memerloekan “gadjah”dan “koeda” sekaligoes. Toh, kedoeanja sama2 makan roempoet. Sebab itu kita koempoelkan mereka dalam satu kandang, jakni Nahdlatoel Oelama."

Baca Juga: KKB Kembali Tembak Tiga Warga Sipil di Nduga Papua, Korban Dilaporkan Meninggal

Dalam pidatonya tersebut, Mbah Wahab menegaskan, pertentangan yang terjadi antara para pengurus ANO dengan beberapa kyai adalah hanya karena kurang komunikasi dan belum saling mengenal saja.

Karenanya, jika keduanya mau saling menerima sebagai keluarga besar NU, maka akan menjadi keuntungan tersendiri bagi tujuan perkembangan NU.

Walhasil, dari pidato Mbah Wahab itu, ANO diterima secara luas oleh para kyai.

Lalu, sesuai keputusan Kongres NU ke-13 di Menes tersebut, ke depannya Congres ANO akan diselenggarakan bersamaan dengan Kongres NU berikutnya.

Kongres NU ke-13 di Menes itu juga mengijinkan cabang-cabang ANO untuk membentuk BANO (kelak menjadi Banser) dengan ketentuan: Pertama, jika di suatu tempat ANO akan membentuk BANO, maka haruslah meminta izin terlebih dahulu kepada pengurus NU setempat.

Begitu juga dengan cabang ANO yang sudah terlanjur membentuk BANO, maka perizinannya harus segera diurus.

Apabila tidak tidak ada respons dari pengurus NU setempat, maka perizinan bisa diurus langsung ke HBNO.

Jika ANO tidak meminta ijin terlebih dahulu, maka BANO yang dibentuk dianggap tidak sah.

Kedua, baik ANO maupun BANO jangan bertindak, beraktifitas, bahkan berpakaian lebih dari yang telah ditetapkan oleh Kongres NU ke-13 di Menes (kongres menetapkan seragam yang digunakan tidak boleh memakai dasi), untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti munculnya kesalahpahaman.

Sejak saat itu, dengan pidato KH Wahab Chasbullah di Kongres ke-13 NU di Menes tentang gajah dan kuda itu, baik ANO yang jadi Ansor, maupun BANO yang jadi Banser, terus eksis hingga hari ini. ***

 

 

Editor: Khoirul Umam


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x