PBNU Berkomitmen Atasi Konflik Agraria Petani Sawit di Kalimantan Selatan

- 29 Juni 2022, 21:10 WIB
PBNU Berkomitmen Atasi Konflik Agraria Petani Sawit di Kalimantan Selatan
PBNU Berkomitmen Atasi Konflik Agraria Petani Sawit di Kalimantan Selatan /mediacenter.riau.go.id/

 

 

SUMENEP NEWS - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) berkomitmen mengatasi persoalam konflik agraria petani sawit di Kalimantan Selatan.

Melalui Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH), PBNU senantiasa mengupayakan penyelesaian berbagai laporan masyarakat, seperti konflik agraria yang dialami petani sawit di Kalimantan Selatan.

 

Dalam menerima laporan konflik agraria itu, PBNU meminta masyarakat untuk melengkapi data agar duduk perkaranya menjadi jelas.

Baca Juga: SIM Gratis 1 Juli 2022 untuk Warga NTB, Ini Cara dan Syarat Mendapatkannya

Para petani sawit di Kalimantan Selatan itu sebelumnya juga telah melakukan upaya hukum dengan lapor ke polisi, namun hingga kini belum ada hasil.

Sebagaimana dilansir dari antaranews.com, Selasa, 28 Juni 2022, Ketua PBNU, Choirul Sholeh Rasyid, mengatakan, PBNU berkomitmen untuk menerima berbagai pengaduan dari masyarakat.

“Hari ini kami terima aduan perwakilan masyarakat atau petani sawit dari Kabupaten Tanah Bumbu, Kota Baru, dan Desa Teluk Kepayang, Provinsi Kalimantan Selatan," ujar Choirul, di Gedung PBNU, Jakarta.

 

Choirul menjelaskan, setelah laporan diterima, PBNU meminta masyarakat bersangkutan melengkapi berbagai data yang memuat jelas duduk perkara beserta bukti-bukti terkait.

Baca Juga: Sosialisasi Jalur Rempah 2022 BPNB Kepulauan Riau, Dukungan Jalur Rempah Sebagai Warisan Budaya Dunia

Dengan demikian, tindak lanjut terhadap persoalan tersebut dapat segera dilakukan.

Kalimantan Selatan itu, Sekretaris LPBH PBNU, Abdul Hakam Aqsho, menyampaikan, pihaknya menerima pengaduan dari perwakilan petani sawit di Desa Teluk Kepayang, Kabupaten Tanah Bumbu, dan Kabupaten Kota Baru.

 

Mereka mengadu tentang penyerobotan lahan yang dilakukan PT Jhonlin Argo Lestari (JAL).

Menurut Abdul Hakam, para petani sawit itu sengaja mengadu ke PBNU karena upaya pengaduan yang telah mereka lakukan melalui melalui jalur formal, seperti lapor ke polisi, tidak membuahkan hasil.

Baca Juga: Tata Cara Pemotongan Hewan Kurban Idul Adha 1443 H di Masa PMK

Dalam pengaduan kepada PBNU itu, perwakilan petani sawit yang didampingi Ketua LSM Laskar Elang Borneo Ahmad Fauzi, menjelaskan kasus tersebut yang mulai terjadi tahun 2020, dimana ada 67 petani sawit memiliki 700 hektar lahan.

"Jadi, dulu mereka mendapatkan lahan trans itu 700 hektar. Itu pemberian dari Pemerintah melalui PT Argo Argo Citra Lestari (ACL). Kemudian, diambil alih oleh PT Jhonlin Argo Lestari (JAL) di tahun 2020 dan dikembalikan kepada masyarakat sekitar 300 hektar," jelasnya.

 

Namun, pada selanjutnya, PT JAL meminta kembali lahan tersebut saat pohon sawit sudah berusia lima tahun lebih.

Sebagai gantinya, PT JAL memberikan uang ganti untuk pohon-pohon sawit senilai Rp35.000 per pohon, ditambah Rp5.000 per satu tahun.

Para petani sawit setempat merasa ganti rugi yang diberikan itu tidak sesuai dengan harga pasar.

 

"Seharusnya, kalau pasaran di sana itu harganya Rp1 juta lebih," kata Ahmad Fauzi.

Atas ketidakadilan yang dirasakan itu, para petani sawit asal Kalimantan Selatan tersebut kemudian meminta bantuan PBNU untuk menyelesaikan permasalahan konflik agraria tersebut.

Adapun Abdul Hakam selanjutnya meminta para petani sawit tersebut segera menyerahkan data terkait lahan, pohon sawit, dan jumlah petani yang dirugikan, untuk kemudian dijadikan sebagai bahan kajian PBNU dalam mencari solusi. ***

 

 

 

 

 

Editor: Khoirul Umam


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah