Menentukan Puasa Ramadhan Sendiri? Gus Baha: Ulama Beda Pendapat

- 27 Maret 2022, 10:42 WIB
Tanamkan sabar dalam diri selama menjalani ibadah puasa Ramadan di pandemi Covid-19.
Tanamkan sabar dalam diri selama menjalani ibadah puasa Ramadan di pandemi Covid-19. /pexels.com/Vlada Karpovich
 
SUMENEP NEWS – Puasa Ramadhan sebentar lagi tiba. Menurut kalender Hijriyah sudah pasti puasa jatuh pada tanggal satu bulan Ramadhan tahun Hijriyah.
 
Ternyata Puasa Ramadhan ditentukan dengan cara yang amat beragam. Beberapa umat muslim mengikuti pakem pemerintah, yakni Kemenag (Kementrian Agama). Beberapa lagi menghitung sendiri.
 
Cara menentukan tanggal satu Ramadhan berdasar hitungan bulan, beda ukuran derajatnya. Ada yang mengatakan satu derajat melewati ufuk sudah ganti bulan.
 
 
Ada yang mengatakan tiga atau dua setengah derajat melewati ufuk baru dikatakan ganti bulan.
 
“Ulama mengatakan, ya, sudah tetap terjadi khilaf (perbedaan pendapat), tapi Negara tidak boleh bilang khilaf, harus milih satu pendapat,” ujar Gus Baha, dilansir dari akun YouTube Santri Gayeng pada Minggu, 27 Maret 2022.
 
Kementrian Agama sendiri dalam sidang isbatnya (penetapan) menggunakan perhitungan gabungan, yakni perhitungan hisab (astronomi) dan rukyatul hilal (melihat secara langsung).
 
 
Beberapa hanya mengikuti perhitungan astronomi, sehingga perhitungannya sudah tetap sesuai perhitungan selama satu tahun.
 
Perhitungan astronomi tidak memerlukan rukyatul hilal, karena datanya sudah diperoleh dari tahun-tahun sebelumnya. Namun ada juga yang berpegang teguh kepada rukyatul hilal.
 
Mengapa terjadi perbedaan pendapat?
 
Menurut Gus Baha, Allah SWT suka membuat tebak-tebakan. Allah menciptakan bintang (buruj) itu 12, 24 dan seterusnya yang secara keseluruhan totalnya 28 bintang.
 
 
Allah membuat misteri di tanggal 29. Sebagian ulama sepakat tanggalan hijriyah hanya sampai 29, sebagian lagi tidak. Ada kemungkinan sampai tanggal 30.
 
Akibat dari perbedaan pendapat itu, penetapan tanggal satu menjadi berbeda. Metode menentukan pergantian tanggal inilah yang berbeda.
 
Apabila pada tanggal 29 ternyata hilal telah mencapai satu derajat melewati ufuk, maka besok pasti tanggal satu. Penekanannya yang penting sudah melewati ufuk.
 
 
Pendekatan satunya harus melihat hilal secara langsung dengan ukuran dua setengah derajat atau tiga derajat. Apabila pada tanggal 29 belum mencapai ukuran derajat tersebut, maka tanggal ditetapkan genap 30 hari.
 
Bagi yang memilih satu derajat, perumpamaannya seperti tahun 2001 sudah dikatakan abad 21, meski hanya lebih satu tahun. Padahal untuk mencapai satu abad butuh 100 tahun.
 
Sedangkan untuk yang memilih harus melihat hilal secara nyata memegang kaidah fi'lul mukallaf yata'allaqu bil ru'ya, yang namanya hukum itu menunggu melihat langsung.
 
 
Apabila belum melihat langsung belum bisa dikatakan hukum. Misalnya seperti ini, ada hukum pemilik rumah wajib memuliakan tamu.
 
Suatu hari ada tamu datang dan langsung duduk di ruang tamu, namun pemilik rumah tidak melihat ada tamu datang. Maka pemilik rumah belum dikenai hukum wajib memuliakan tamu.
 
Pemilik rumah wajib memuliakan tamu tersebut kalau sudah melihat bahwa ada tamu yang duduk di ruang tamu.***

Editor: Saiful Bahri

Sumber: KEMENAG


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x