Tadarusan Buku Komunitas Asian-African Reading Club (AARC), Tambah Ilmu dan Teman

- 17 Maret 2022, 17:30 WIB
Tadarusan Buku Komunitas Asian-African Reading Club (AARC), Tambah Ilmu dan Teman
Tadarusan Buku Komunitas Asian-African Reading Club (AARC), Tambah Ilmu dan Teman /Tangkapan Layar Buku Tematik Terpadu K13

 

SUMENEP NEWS – Komunitas Asian-African Reading Club (AARC) yang kini usianya telah memasuki 11 tahun, tetap eksis menggelar tadarusan buku secara berkala.

 

Aktivis AARC, Adew Habsta, menuturkan, jadwal rutin tadarusan buku dalam sebulannya dilaksanakan tiga kali setiap hari Rabu.

 

Tadarusan buku tersebut dilakukan di Perpustakaan Museum Konperensi Asia Afrika, Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, atau di tempat lain.

Baca Juga: Berapa Jumlah Rakaat Sholat Nisfu Syaban 2022 Bagi Ummat Muslim Malam Ini

Garis besar metode tadarusan buku adalah seorang membaca buku yang ditentukan, peserta yang lainnya mendengarkan. Pembacanya bergiliran.

 

Usai membaca, yang terkadang tidak khatam dan dilanjutkan di sesi berikutnya, lalu diadakan diskusi.

 

“Peserta tadarusan buku AARC beragam dari berbagai kalangan, tua dan muda,” kata Adew Habsta, seperti dikutip dari SKM Galura Grup Pikiran Rakyat.

Baca Juga: Nisyfu Sya’ban adalah Salah-satu Dari Dua Hari Raya Para Malaikat

Lebih lanjut dia memaparkan pengalaman saat tadarusan buku “Bocah Sunda Di Mata Belanda : Interpretasi Atas Ilustrasi Buku Roesdi djeung Misnem”, karya Hawe Setiawan.

 

Penulis menyampaikan berbagai hal mengenai bukunya itu, terkait latar belakang, maksud, proses, sudut pandang, dan lainnya.

 

Intinya, buku itu menyelami gambar-gambar karya ilustrator Belanda WK de Bruin (1871-1945) dalam buku “Roesdi djeung Misnem”, buku bacaan Sunda untuk murid-murid sekolah dasar di Tatar Parahyangan sebelum Perang Dunia II.

Baca Juga: Inilah Do'a Yang Sering Dibaca Ketika Malam Nisfu Sya'ban Setelah Baca Surah Yasin

Buku itu ditulis oleh pengarang Belanda, AC Deenik, serta R. Djajadiredja (1882-1942).

 

Diselami dengan cara telaah budaya visual, aspek ikonografis gambar-gambarnya dicermati, utamanya visualisasi manusia, alam, dan budaya Sunda oleh ilustrator Belanda berdasar harmoni teks antara penulis Belanda dan Sunda.

 

Buku itu terdiri 4 jilid serta 150 gambar. Ilustrasi de Bruin menyajikan adanya observasi etnografis, hampir realistis.

 

Dari ilustrasi itu tergambar pandangan kolonialis terhadap masyarakat pribumi tanah jajahan. Pribumi kerap digambarkan sebagai masyarakat yang malas, buruk rupa, serta tinggal di alam liar nan mistis dan eksotis.

Baca Juga: Aktivis Mahasiswa dan Keluarga Korban Penembakan Terduga Begal Demo Polres Sumenep

Ilustrasi de Bruin tak lepas dari kebijakan pendidikan pemerintah kolonial Hindia Belanda.

 

Nah, tadarusan buku dilanjutkan diskusi. Salah satu materinya yakni membandingkan dengan karya-karya ilustrator Ardisoma, serta dengan ilustrator Onong Nugraha, dan kondisi dunia seni rupa di masa sebelum kemerdekaan.

 

“Kesimpulan diskusi tadarusan buku AARC diserahkan kepada masing-masing peserta. Bagi saya, tadarusan buku ini sangat bermanfaat, ilmu meluas dan teman semakin bertambah,” ujar Adew Habsta. ***

 

 

Editor: Khoirul Umam


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah