Pahami Ketentuan Puasa Ramadhan Bagi Ibu Hamil dan Menyusui Menurut Imam Syafi'i, Imam Hambali dan Hanafi

- 12 Maret 2024, 12:54 WIB
Pahami Ketentuan Puasa Ramadhan Bagi Ibu Hamil dan Menyusui Menurut Imam Syafi'i, Imam Hambali dan Hanafi
Pahami Ketentuan Puasa Ramadhan Bagi Ibu Hamil dan Menyusui Menurut Imam Syafi'i, Imam Hambali dan Hanafi /freepik/@valeria_aksakova

SUMENEP NEWS - Di bulan Ramadan yang mewajibkan seluruh umat Muslim berpuasa, Perempuan hamil atau menyusui termasuk kelompok yang memiliki udzur. Mereka diperbolehkan tidak berpuasa. Dalam kitab-kitab fikih disebut dengan istilah “Khouful Hamil wal Murdi al-Darar min al-Shiyam” (kekhawatiran ibu hamil dan menyusui ketika puasa). Ulama berbeda pendapat mengenai hukum puasa bagi perempuan hamil dan menyusui, yaitu:

Mazhab Maliki: Jika dengan berpuasa orang hamil khawatir sakit atau terjadi sesuai yang membahayakan terhadap dirinya sendiri, atau khawatir pada bayinya, atau khawatir pada diri dan bayinya keduanya, maka dia boleh tidak berpuasa, dan sebagai gantinya dia hanya wajib qada’ tanpa fidyah. Berbeda jika yang mengalaminya adalah ibu yang menyusui, maka wajib fidyah karena kekhawatiran tersebut dia boleh tidak berpuasa, dan menggantinya dengan qada’ puasa di hari lain, sekaligus membayar fidyah

Mazhab Hanafi: Perempuan hamil atau menyusui, boleh tidak berpuasa jika khawatir terhadap dirinya atau bayinya, dan dia wajib qada’ puasa di hari lain jika sudah mampu berpuasa, dan tanpa harus terus menerus (sambung menyambung) dalam berpuasa, dan tanpa juga tanpa ada kewajiban membayar fidyah

Baca Juga: BARU! 5 Rekomendasi Menu Buka Puasa Pertama yang Sederhana Tapi Spesial

Mazhab Hambali: perempuan hamil dan menyusui, jika khawatir terhadap dirinya sendiri, atau khawatir terhadap diri dan anaknya sekaligus, maka dia hanya wajib qada tanpa bayar fidyah. Akan tetapi jika dia khawatir terhadap anaknya saja, maka dia wajib qada sekaligus bayar fidyah

Mazhab Syafi’i: perempuan hamil atau menyusui jika khawatir terhadap dirinya sendiri, atau khawatir terhadap diri dan anaknya, atau khawatir terhadap anaknya saja, maka dia boleh tidak berpuasa. Sebagai gantinya, dia wajib mengqada puasa tanpa fidyah, akan tetapi khusus jika khawatir terhadap anaknya saja, maka dia wajib qada’ sekaligus bayar fidyah.

Kesimpulan dari perbedaan pendapat ini adalah bahwa empat mazhab sepakat bahwa perempuan hamil atau menyusui diberikan keringanan untuk tidak berpuasa. Akan tetapi perbedaannya terletak pada kewajiban sebagai ganti adanya rukhsah tersebut. Kesimpulannya sebagaimana berikut:

Baca Juga: Hari Pertama Puasa! Inilah Prakiraan Cuaca Wilayah Pangandaran Selasa 12 Maret 2024, BMKG Imbau Ini!

Bagi perempuan hamil

Jika khawatir terjadi bahaya pada dirinya sendiri atau diri dan anaknya sekaligus, maka dia wajib mengqada’ puasa di hari lain tanpa bayar fidyah menurut kesepakatan empat mazhab

Jika khawatir terhadap anaknya saja, maka dia wajib mengqada puasa di hari lain dan wajib membayar fidyah menurut mazhab Syafi’i dan Hanbali. Sedangkan menurut mazhab Maliki dan Hanafi, dia wajib mengqada tanpa bayar fidyah

Bagi perempuan menyusui

Jika khawatir terjadi bahaya pada dirinya sendiri atau diri dan anaknya sekaligus, maka dia wajib mengqada’ puasa di hari lain tanpa bayar fidyah menurut mazhab Syafi’I, Hanafi, dan Hambali. Sedangkan menurut mazhab Maliki, dia wajib qada sekaligus bayar fidyah

Jika khawatir terhadap anaknya saja, maka dia wajib mengqada puasa di hari lain dan wajib membayar fidyah menurut mazhab Syafi’I, Maliki, dan dan Hambali. Sedangkan menurut mazhab Hanafi, dia wajib mengqada tanpa bayar fidyah.

Penjelasan tentang keringanan bagi perempuan hamil dan menyusui di atas selaras dengan ayat Al-Qur’an

Baca Juga: DOWNLOAD Jadwal Imsakiyah, Sahur, Buka Puasa Ramadhan 2024 Semarang PDF, PNG, JPG, dan CDR

لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ ۚ

… Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya (QS. Al Baqarah ayat 233)

Ayat ini menegaskan bahwa Agama Islam adalah agama yang ramah dan mudah bagi umat Islam khususnya bagi ibu hamil dan menyusui. Islam memberikan kabar gembira bagi keduanya dengan memberikan rukhsah agar beratnya “beban” yang dipikul ibu hamil dan menyusui tidak bertambah berlipat-lipat. Kewajiban qada pun tidak harus dilakukan secara segera, melainkan bisa ditunaikan ketika keduanya sudah mampu melakukannya.

 

Adanya fidyah bukanlah beban bagi keduanya, melainkan sebagai bentuk syukur seorang hamba karena Allah telah menganugerahkan anak yang sangat ditunggu dan dibanggakannya, di mana tidak semua orang diberikan amanah anak dengan mudah, terkadang ada orang yang harus berjuang dengan bermacam cara, mulai yang mudah sampai yang sulit, mulai yang berbiaya murah sampai yang biayanya selangit. Wallahu A’lam bish Shawab.***

Editor: Sauqi Romdani


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah